15.16 -
No comments


Pertemuan Pertama (2)
Sekarang, di sinilah aku. Sebuah SMA negeri yang cukup
favorit di Semarang. Tante Lusi ternyata adalah seorang ibu yang baik. Dia
mendaftarkan aku di SMA yang favorit dan berjanji akan mengantar jemput aku
setiap pulang sekolah. Jauh dari bayanganku dari seorang ibu tiri.
Dan hari ini adalah hari pertamaku di sekolah baru.
Sebagai seorang gadis yang tinggal di tepi pantai dulunya, aku memiliki kulit
khas Indonesia, sawi matang. Rambutku panjang dan kemerahan. Mataku cokelat dan
besar. Benar-benar Indonesia.
“Enjoy ya, Clara. Nanti mama jemput jam 2 siang,” teriak
Tante Clara dari mobil setelah mengantarku ke sekolah.
“Dadah kakak,” teriak Reno dan Rena kompak.
Ya, aku sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga ini
sekarang. Bahkan Tante Clara memintaku untuk memanggilnya ‘mama’. Sama seperti
Reno dan Rena, adik tiriku, memanggilnya.
Setelah menarik nafas panjang dan meyakinkan diri bahwa
hari ini akan menjadi hari baik, aku melangkah ke gerbang sekolah. Namun
seperti dugaanku, berpasang-pasang mata menatapku karena mereka menganggap aku
asing di sekolah ini.
Aku segera menuju ke ruangan bertuliskan “TATA USAHA” dan
memperkenalkan diri.
“Permisi, saya Clara Silvana, pindahan dari Bone, Sulawesi
Selatan,” ucapku sambil tersenyum.
Petugas berpakaian putih itu segera menatapku dari ujung
rambut sampai ke ujung kaki dan berkata, “Tunggu sebentar ya.” Aku mengangguk.
Tak lama, seorang pria gagah masuk ke ruangan sambil
tersenyum lebar, “Mana Clara?”
“Saya, Pak,” jawabku. Pria yang merupakan wali kelasku dan
bernama Pak Sugeng ini segera menggandeng tanganku ke kelas dan tanpa babibu
memperkenalkan aku ke murid-muridnya.
“Ini adalah murid baru dari Sulawesi. Silakan
meperkenalkan diri,” ucapnya di depan kelas baruku sambil merangkul pundakku.
“Nama saya Clara Silvana. Saya pindahan dari Bone,
Sulawesi Selatan. Saya pindah ke Semarang karena ikut ayah saya.”
Siulan nakal dari para siswa laki-laki terdengar keras.
Juga tatapan sinis dari para cewek di sini. Namun ada satu cowok yang sama
sekali tidak menunjukkan minat terhadapku. Dia cukup ganteng, dan kurasa dia
memiliki badan yang tinggi.
“Kamu duduk di sana ya, sebelah Nana,” ujar Pak Sugeng
membuyarkan lamunanku. Aku segera duduk di sebelah cewek yang ditunjuk Pak
Sugeng. Namanya Nana, tampaknya dia sangat baik dan ramah. Tak seperti
gerombolan cewek di depanku yang sepertinya menggosip tentangku sambil
menunjuk-nujuk aku.
“Sabar ya, susah jadi murid baru di sini. Apalagi cantik
seperti kamu,” kata Nana tiba-tiba.
“Ah, maaf. Maksudnya?” tanyaku tak paham.
“Mereka itu. Sela, Wita, Gina, dan Nisa. Mereka sepertinya
tak suka kamu ada di sini. Mereka takut posisi mereka sebagai gadis tercantik
tersaingi,” katanya sambil menunjuk 4 cewek yang melihatku dengan sinis
menggunakan matanya.
“Ah, aku biasa saja kok.”
“Kan menurutmu. Tapi hati-hati aja. Nggak usah diladenin
mereka. Dan satu lagi saranku, jangan deketin Rama atau kamu bakalan dicekik
sama Sela,” tambahnya sambil menunjuk cowok yang menarik perhatianku tadi.
Ah, jadi namanya Rama. Cukup bagus namanya. Seperti
wajahnya.
“Heh, dibilangin jangan dideketin malah diliatin. Kamu
dipelototin Sela tuh,” kata Nana sambil menyenggol badanku.
“Ah, maaf. Aku hanya penasaran. Jadi,namanya Rama?” tanyaku
kepada Nana yang disambut dengan anggukan kepala tak acuh.
Oh, Rama. Namanya…..
0 komentar:
Posting Komentar