Jumat, 30 Agustus 2013

15.16 - No comments

Pertemuan Pertama (2)


Sekarang, di sinilah aku. Sebuah SMA negeri yang cukup favorit di Semarang. Tante Lusi ternyata adalah seorang ibu yang baik. Dia mendaftarkan aku di SMA yang favorit dan berjanji akan mengantar jemput aku setiap pulang sekolah. Jauh dari bayanganku dari seorang ibu tiri.
Dan hari ini adalah hari pertamaku di sekolah baru. Sebagai seorang gadis yang tinggal di tepi pantai dulunya, aku memiliki kulit khas Indonesia, sawi matang. Rambutku panjang dan kemerahan. Mataku cokelat dan besar. Benar-benar Indonesia.
“Enjoy ya, Clara. Nanti mama jemput jam 2 siang,” teriak Tante Clara dari mobil setelah mengantarku ke sekolah.
“Dadah kakak,” teriak Reno dan Rena kompak.
Ya, aku sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga ini sekarang. Bahkan Tante Clara memintaku untuk memanggilnya ‘mama’. Sama seperti Reno dan Rena, adik tiriku, memanggilnya.
Setelah menarik nafas panjang dan meyakinkan diri bahwa hari ini akan menjadi hari baik, aku melangkah ke gerbang sekolah. Namun seperti dugaanku, berpasang-pasang mata menatapku karena mereka menganggap aku asing di sekolah ini.
Aku segera menuju ke ruangan bertuliskan “TATA USAHA” dan memperkenalkan diri.
“Permisi, saya Clara Silvana, pindahan dari Bone, Sulawesi Selatan,” ucapku sambil tersenyum.
Petugas berpakaian putih itu segera menatapku dari ujung rambut sampai ke ujung kaki dan berkata, “Tunggu sebentar ya.” Aku mengangguk.
Tak lama, seorang pria gagah masuk ke ruangan sambil tersenyum lebar, “Mana Clara?”
“Saya, Pak,” jawabku. Pria yang merupakan wali kelasku dan bernama Pak Sugeng ini segera menggandeng tanganku ke kelas dan tanpa babibu memperkenalkan aku ke murid-muridnya.
“Ini adalah murid baru dari Sulawesi. Silakan meperkenalkan diri,” ucapnya di depan kelas baruku sambil merangkul pundakku.
“Nama saya Clara Silvana. Saya pindahan dari Bone, Sulawesi Selatan. Saya pindah ke Semarang karena ikut ayah saya.”
Siulan nakal dari para siswa laki-laki terdengar keras. Juga tatapan sinis dari para cewek di sini. Namun ada satu cowok yang sama sekali tidak menunjukkan minat terhadapku. Dia cukup ganteng, dan kurasa dia memiliki badan yang tinggi.
“Kamu duduk di sana ya, sebelah Nana,” ujar Pak Sugeng membuyarkan lamunanku. Aku segera duduk di sebelah cewek yang ditunjuk Pak Sugeng. Namanya Nana, tampaknya dia sangat baik dan ramah. Tak seperti gerombolan cewek di depanku yang sepertinya menggosip tentangku sambil menunjuk-nujuk aku.
“Sabar ya, susah jadi murid baru di sini. Apalagi cantik seperti kamu,” kata Nana tiba-tiba.
“Ah, maaf. Maksudnya?” tanyaku tak paham.
“Mereka itu. Sela, Wita, Gina, dan Nisa. Mereka sepertinya tak suka kamu ada di sini. Mereka takut posisi mereka sebagai gadis tercantik tersaingi,” katanya sambil menunjuk 4 cewek yang melihatku dengan sinis menggunakan matanya.
“Ah, aku biasa saja kok.”
“Kan menurutmu. Tapi hati-hati aja. Nggak usah diladenin mereka. Dan satu lagi saranku, jangan deketin Rama atau kamu bakalan dicekik sama Sela,” tambahnya sambil menunjuk cowok yang menarik perhatianku tadi.
Ah, jadi namanya Rama. Cukup bagus namanya. Seperti wajahnya.
“Heh, dibilangin jangan dideketin malah diliatin. Kamu dipelototin Sela tuh,” kata Nana sambil menyenggol badanku.
“Ah, maaf. Aku hanya penasaran. Jadi,namanya Rama?” tanyaku kepada Nana yang disambut dengan anggukan kepala tak acuh.
Oh, Rama. Namanya…..


0 komentar:

Posting Komentar