06.40 -
No comments


Pulang! (12-akhir)
Tidak. Jika kau mengira aku akan menerima Tyo, kau
salah besar. Aku tak segila itu. Belum segila itu, tepatnya.
Aku menolak Tyo dan memilih
untuk tetap bersahabat dengannya saja. Aku juga agak menjauh darinya. Namun Tyo
adalah anak yang sangat berbesar hati. Dia menerima keputusanku dan tetap
bersikap seolah aku tak pernah menolaknya.
“Adeeeek sayaaang!”
Pagi itu aku terbangun
dengan setengah sadar karena mengenali suara itu. Begitu memakai kacamataku dan
melihat sesosok wajah itu, aku segera bangkit dan memeluknya. Rama pulang!
Kriiiiiinnggggg!!!
Jam wekerku membuatku
terlempar kea lam sadar. Ah, ternyata tadi hanya mimpi. Kumatikan jam weker,
kupakai kacamataku, dan segera bangkit.
Hari ini hari Minggu.
Sudah tepat tiga bulan yang lalu Rama berngkat ke Jakarta. Sedang apa ya dia
sekarang? Apa dia sudah punya cewek lain? Ah…
Kuperhatikan fotoku dan
Rama yang terpajang di meja belajar. Aku tersenyum kecil melihat wajahnya di sana.
Aku ingat kapan foto itu diambil. Waktu aku dan dia sedang jalan-jalan di kebun
teh, lalu kami selfie. Tapi saat
hendak berfoto, ada seekor anjing yang menghampiri kami dan jadila ekspresi
yang lucu seperti ini. Ahh.. Rindu.
“Miss me?” pintu kamarku
dibuka. Aku menoleh kaget.
“Rama?” aku tak
mempercayai pandanganku. Oke, mungkin ini mimpi. Tapi aku terlalu kaget untuk
mencubit diriku sendiri.
“Huh, ku kira aku akan mendapatkan
pelukan erat dari tuan putriku.”
Aku menangis. “Kamu jahat!
Kamu ke mana aja tiga bulan ini? Kenapa kamu nggak ngabarin aku?” Ku ambil
bantal dan kulemparkan ke Rama.
Sambil melindungi dirinya
dari serangan brutalku, dia menjawab,”Hey, hey! Tunggu. Kamu nggak buka email?”
“Email? Email apa? Bodo
amat sama email! Kamu jahat! Kamu nggak tahu tiga bulan ini aku kayak apa!”
Tangisku semakin menjadi-jadi. Dan karena tak ada benda yang bisa kulemparkan
lagi ke arah Rama, aku hanya bisa duduk merosot di lantai dan menangis sambil
memeluk kedua lututku.
“Sayang, maaf. HPku rusak.
Aku ngga bisa kontak kamu sama sekali. Aku udah email kamu tapi nggak pernah
kamu bales,” Rama mendekat dan membelai rambutku.
Aku mengangkat kepalaku, “Aku
kira kamu punya pacar lain di sana. Kamu jahat. Kamu ninggalin aku sendirian di
sini.”
“Sayang, maaf. Aku janji
nggak akan ninggalin kamu lagi.”
Rama memelukku. Pelukkan yang
lama kurindukan.