Minggu, 16 Maret 2014

06.15 - No comments

Yang Kedua (11)

          “Hei, bengong siang-siang! Ati-ati kesambet lho!”
          “Eh, kamu. Haha.. Siapa yang bengong coba?” elakku kaget melihat Tyo menghampiriku di kantin saat istirahat sekolah.
          “Kalo kamu ngga bengong kamu ngeliatin siapa dari tadi? Tiang?” godanya sambil melihat ke arah tatapanku tadi.
          “Iya. Tiang yang bisa main basket. Eh, maksudku, enggak, enggak ngeliatin tiang kok,” aku berusaha tertawa. Garing. Ya, sudah dua bulan tiga hari Rama di Jakarta dan tidak mengabariku. Cewek mana yang nggak khawatir pacarnya pergi jauh tanpa kabar?
          “Kamu kangen Rama kan?” Tanya Tyo tiba-tiba. Wajahnya berubah serius.
          “Tyo, cewek mana sih yang enggak kangen sama pacarnya?” aku tersenyum. Senyum paksaan.
          “Dan cowok mana sih yang rela liat cewek yang dia sayang sedih mulu gara-gara pacarnya yang ngabain dia?” Tyo tersenyum. Dia memegan tanganku tapi angsung kutepis. Jantungku berdebar. Ya Tuhan, apa maksudnya?
          “Kamu lagi naksir cewek ya? Siapa? Kok enggak pernah cerita sih?” tanyaku sok polos. Feelingku sudah tak enak.
          “Kamu.”
          “Ha?”
          “Ya, kamu. Aku sayang kamu.”
          “Tapi…”
          “Sejak pertama kali aku liat kamu masuk sekolah ini. Sejak pertama kali aku liat kamu di pinggir lapangan basket, sejak pertama kali aku liat kamu di kompleks perumahan.”
          Aku tak dapat berkata apa-apa lagi. Ini semua pasti mimpi! Tak mungkun seorang Tyo menyukaiku. Maksudku, dia teman Rama! Ini mustahil. Tapi tampaknya Tyo tidak bercanda. Sorot matanya mengatakan dia sedang serius.
          Sebenarnya Tyo adalah lelaki yang baik dan perhatian. Dia seperti Rama beda tubuh.
          “Jadi?” tanyaku memberanikan diri.

          Tyo tersenyum. “Aku mau jadi yang kedua.”

0 komentar:

Posting Komentar