04.35 -
No comments


Ariana - 11
Gue nggak mau terkungkung dalam
perasaan kayak gini, dan akhirnya gue memutuskan untuk tanya ke Vano, sebenernya
dia ngajak gue candle apa nggak.
“Eh, Van, lo candle sama siapa?” tanya
gue berusaha setenang mungkin.
“Sama lo lah.” MAti gue!
“Eh, sama gue? Em.. em..” Oke, gue panik.
“Kapan lo ngajak gue?”
“Waktu gue tanya lo candle sama siapa.”
Mimik Vano mulai berubah curiga.
“Eh, masa?” “Emm..”
“Kenapa, Rin? Kalo lo mau candle sama
yang lain nggak apa kok.” Vano berusaha mengalah yang sebenernya gue tau itu
artinya, ‘Rin, jangan tinggalin gue. Plis bilang lo bakalan candle sama gue.’
“Eh, beneran? Duh..”
“Jadi, siapa?” Vano senyum.
“Siapa apanya?” Otak gue bumpet. Gue gak
tau Vano ngomong apaan.
“Lo candle sama siapa?”
“Ah, emm, anu..”
“Ngomong aja nggak apa kok, Rin.”
“Ah enggak ah.”
“Kenapa? Lo takut gue marah ke dia? Nggak akan, Rin. Lo tau nggak kenapa gue selalu rajin BBM lo tiap hari? Biar waktu candle kita nggak canggung. Itu alesan gue.”
“Kenapa? Lo takut gue marah ke dia? Nggak akan, Rin. Lo tau nggak kenapa gue selalu rajin BBM lo tiap hari? Biar waktu candle kita nggak canggung. Itu alesan gue.”
Deg. Jadi, selama ini Vano BBM gue cuma
gara-gara candle ini doang? Oh. Gue sakit. Gue kira dia juga suka sama gue.
Huft. Jangan terlalu ngarep, Rin.
“Maaf..” gue Cuma bisa ngucapin
kata-kata itu. Mau nggak mau gue tetep ngerasa bersalah lah gara-gara secara
nggak langsung gue mencampakkan dia. Apalagi akhirnya gue ‘kabur’ sama temen
deket dia! Ooh, betapa jahatnya gue, ya Tuhan.
Vano cuma senyum. Gue bisa liat dari
tatapannya, sebenernya dia terluka tapi dia berusaha menetralkan hatinya ke
gue. Nggak tau kenapa.
“Gue janji bakalan bantu lo dapetin
pasangan candle! Cewek! Suer!” janji gue buat menenangkan cowok kesayangan gue
ini.
“Bener lo?”
“Janji!”
Dan akhirnya gue bisa lihat senyum
Vano lagi.