14.42 -
No comments


It's The Shoot Time!! (7)
18 September 2012, pukul 15.34,
akhirnya resmi aku dan Rama menjadi sepasang kekasih.
Seminggu setelah dia menciumku dan
mengatakan isi hatinya, kami semakin dekat dan saat itu, sepulang sekolah, Rama
mengajakku ke sebuah tempat.
“Clara, sumpek nih, tiap hari isinya
ulangaaaan mulu. Boros,” keluhnya saat itu. Aku hanya tersenyum.
“Namanya juga anak IPA, Ram. Maklum
deh. Lagian kan kamu tiap pulang sekolah udah refreshing,” jawabku.
“Refreshing apa? Main basket? Itu
latihan buat lomba adeeek,” katanya sambil mencubit pipiku. Rama mulai
memanggilku ‘adek’ hanya karena dia lebih tua 1 bulan 1 minggu dariku.
“Sama aja. Pulang yuk. Karya ilmiahku
belum kelar. Eh, tapi kamu basket ya. Ya udah, aku tunggu di perpus ya,” kataku
lalu ngeloyor pergi meninggalkan Rama menuju perpustakaan.
“Eh eh, siapa bilang kamu boleh pergi
gitu aja? Ha?” Rama menarik tasku dan membuatku nyaris terjatuh di pelukannya.
“Ya kan kamu ada latihan basket.”
“Khusus hari ini enggak kok. Ayo, aku
butuh hiburan.” Rama segera menarikku untuk lari menuju parkiran. Lari dari
pelatihnya yang berteriak memanggil namanya karena tahu Rama akan cabut untuk
hari itu. Dasar Rama.
Sepanjang perjalanan kami sama-sama
membisu. Aku tak tahu Rama akan membawaku ke mana. Yang jelas dia kakn
membawaku ke suatu tempat yang kata dia kurindukan.
Motornya semakin menanjaki bebukitan
dan jalanan yang terjal. Aku hanya terdiam dan memeluk pinggan Rama.
“Yak, sampai,” ujarnya setelah
kira-kira 1 jam perjalanan.
Aku segera turun dari motornya dan
melihat ke pemandangan sekitar. Bukit! Aku rindu alam. Dan Rama benar-benar
membawaku ke tempat yang sangat aku rindukan ini.
“Rama… Ini..” kataku takjub. Dia
memang hanya membawaku ke sini. Namun tempat ini benar-benar mirip tempat favoritku
di Biak.
“Sttt, ini semua demi kamu, Clara. Aku
sayang kamu. Kamu mau jadi pacarku?” Rama berlutut di depanku dengan memberiku
seikat bunga favoritku. Mawar putih dan mawar biru.
“Rama…” Aku tak bisa melanjutkan
kata-kataku. Takjub. Ku peluk Rama. “Aku juga sayang kamu, Rama.”
“Adek keboooo, bangun!” teriak
seseorang di kamarku.
“Aaaah, mamaaa, ini kan hari Minggu.
Aku kan….” Tunggu, adek kebo? Hanya Rama yang memanggilku seperti itu. Nyawaku
langsung berebutan masuk ke dalam ragaku dan sontak aku terbangun. Kaget
melihat sosok tampan Rama di depanku yang sedang tertawa lebar.
“Aaaaaaaahh!!!!!” teriakku. Rama membekap mulutku.
“Hushhh, liat pacar sendiri kayak liat
setan aja. Huh,” Rama memalingkan tubuhnya. Memulai aksi merajuknya.
“Ah, sayang, kamu sih. Pagi-pagi udah
nongol di kamarku. Kok bisa sampe sini sih?” tanyaku penasaran.
“Mama kok yang nyuruh. Abis kamu
dibangunin mama gak bangun-bangun daritadi. Dasar kebo. Katanya mau nemenin aku
ketemu Bang Dika.” Oh, God! Aku
benar-benar lupa hari ini aku berjanji untuk menemani Rama bertemu dengan
pelatih basketnya. Tak biasanya Bang Dika meminta Dika untuk bertemu secara intim.
Emm, tidak di sekolah maksudku.
“Maaf, aku lupa. Kecapekan kemarin
habis ngeliput pensi sampe pagi. Aku mandi dulu deh.” Aku segera lompat dari
kasur dan bersiap-siap untuk mandi. Tapi Rama segera memelukku dari belakang.
“Aku kangen kamu Clara.”
Aku menghembuskan nafas panjang. Kami
sama-sama sibuk akhir-akhir ini. Dia sibuk dengan pertandingan-pertandingan
basketnya dan aku sibuk dengan kegiatanku sebagai freelance writer di majalah
sekolah dan sebuah majalah remaja local.
“Aku juga kangen kamu, Rama.” Kami
berpelukan.
0 komentar:
Posting Komentar