Senin, 09 September 2013

14.42 - No comments

It's The Shoot Time!! (7)


          18 September 2012, pukul 15.34, akhirnya resmi aku dan Rama menjadi sepasang kekasih.
          Seminggu setelah dia menciumku dan mengatakan isi hatinya, kami semakin dekat dan saat itu, sepulang sekolah, Rama mengajakku ke sebuah tempat.
          “Clara, sumpek nih, tiap hari isinya ulangaaaan mulu. Boros,” keluhnya saat itu. Aku hanya tersenyum.
          “Namanya juga anak IPA, Ram. Maklum deh. Lagian kan kamu tiap pulang sekolah udah refreshing,” jawabku.
          “Refreshing apa? Main basket? Itu latihan buat lomba adeeek,” katanya sambil mencubit pipiku. Rama mulai memanggilku ‘adek’ hanya karena dia lebih tua 1 bulan 1 minggu dariku.
          “Sama aja. Pulang yuk. Karya ilmiahku belum kelar. Eh, tapi kamu basket ya. Ya udah, aku tunggu di perpus ya,” kataku lalu ngeloyor pergi meninggalkan Rama menuju perpustakaan.
          “Eh eh, siapa bilang kamu boleh pergi gitu aja? Ha?” Rama menarik tasku dan membuatku nyaris terjatuh di pelukannya.
          “Ya kan kamu ada latihan basket.”
          “Khusus hari ini enggak kok. Ayo, aku butuh hiburan.” Rama segera menarikku untuk lari menuju parkiran. Lari dari pelatihnya yang berteriak memanggil namanya karena tahu Rama akan cabut untuk hari itu. Dasar Rama.
          Sepanjang perjalanan kami sama-sama membisu. Aku tak tahu Rama akan membawaku ke mana. Yang jelas dia kakn membawaku ke suatu tempat yang kata dia kurindukan.
          Motornya semakin menanjaki bebukitan dan jalanan yang terjal. Aku hanya terdiam dan memeluk pinggan Rama.
          “Yak, sampai,” ujarnya setelah kira-kira 1 jam perjalanan.
          Aku segera turun dari motornya dan melihat ke pemandangan sekitar. Bukit! Aku rindu alam. Dan Rama benar-benar membawaku ke tempat yang sangat aku rindukan ini.
          “Rama… Ini..” kataku takjub. Dia memang hanya membawaku ke sini. Namun tempat ini benar-benar mirip tempat favoritku di Biak.
          “Sttt, ini semua demi kamu, Clara. Aku sayang kamu. Kamu mau jadi pacarku?” Rama berlutut di depanku dengan memberiku seikat bunga favoritku. Mawar putih dan mawar biru.
          “Rama…” Aku tak bisa melanjutkan kata-kataku. Takjub. Ku peluk Rama. “Aku juga sayang kamu, Rama.”


          “Adek keboooo, bangun!” teriak seseorang di kamarku.
          “Aaaah, mamaaa, ini kan hari Minggu. Aku kan….” Tunggu, adek kebo? Hanya Rama yang memanggilku seperti itu. Nyawaku langsung berebutan masuk ke dalam ragaku dan sontak aku terbangun. Kaget melihat sosok tampan Rama di depanku yang sedang tertawa lebar. “Aaaaaaaahh!!!!!” teriakku. Rama membekap mulutku.
          “Hushhh, liat pacar sendiri kayak liat setan aja. Huh,” Rama memalingkan tubuhnya. Memulai aksi merajuknya.
          “Ah, sayang, kamu sih. Pagi-pagi udah nongol di kamarku. Kok bisa sampe sini sih?” tanyaku penasaran.
          “Mama kok yang nyuruh. Abis kamu dibangunin mama gak bangun-bangun daritadi. Dasar kebo. Katanya mau nemenin aku ketemu Bang Dika.” Oh, God! Aku benar-benar lupa hari ini aku berjanji untuk menemani Rama bertemu dengan pelatih basketnya. Tak biasanya Bang Dika meminta Dika untuk bertemu secara intim. Emm, tidak di sekolah maksudku.
          “Maaf, aku lupa. Kecapekan kemarin habis ngeliput pensi sampe pagi. Aku mandi dulu deh.” Aku segera lompat dari kasur dan bersiap-siap untuk mandi. Tapi Rama segera memelukku dari belakang. “Aku kangen kamu Clara.”
          Aku menghembuskan nafas panjang. Kami sama-sama sibuk akhir-akhir ini. Dia sibuk dengan pertandingan-pertandingan basketnya dan aku sibuk dengan kegiatanku sebagai freelance writer  di majalah sekolah dan sebuah majalah remaja local.

          “Aku juga kangen kamu, Rama.” Kami berpelukan.

0 komentar:

Posting Komentar