05.14 -
No comments


Yang Jauh Mendekat Yang Dekat Menjauh (10)
Panas sekali
siang ini, nggak seperti siang-siang sebelumnya. Tampaknya matahari ingin
mengujiku.
Sudah hampir 2 bulan Rama di Jakarta dan mengikuti seleksi basket.
Awalnya kami selalu telponan tiap malam, tapi perlahan kebiasaan itu mulai
hilang. Kebiasaan Skype dan chatting tengah malam juga perlahan mulai hilang.
Awalnya aku berusaha memahami bahwa Rama sibuk dan capek. Aku tahu. Resiko
punya pacar seperti dia. Tapi lama-lama ini tidak bisa dibiarkan. Sudah seminggu
dia tidak mengabariku, bahkan HPnya dimatikan! Sialan. Teman-teman basketnya
juga tak ada yang tahu bagaimana kabar Rama.
“Kecantol cewek gaul di Jakarta kali, Clar,” ceplos Dewi. “Cewek
Jakarta kan cantik-cantik. Memang sih kamu juga cantik. Tapi kan lebih enak
punya pacar yang bisa deket kita kapan aja.” Kupelototi dia. Bukannya mendukung
justru menjatuhkan mentalku. Kadang percuma curhat dengan Dewi, tapi
dipikir-pikir iya juga ya. Sesibuk-sibuknya pacar kita, dia pasti ngabarin kan?
Huft, Rama, kamu ke mana?
“Hai Clara, kamu pulang sendiri?” sapa Tyo, anak XI IPA 7, dia juga
anak basket seperti Rama, tapi dia lebih menyukai pramuka ketimbang basket. Itu
bisa dilihat dari kulitnya yang legam dan prestasi-prestasinya di bidang
kepramukaan itu.
“Iya dong, kecuali kamu mau nganterin, haha, bercanda lho,” jawabku.
“Haha kok kamu tahu aku mau nebengin kamu? Kasian cewek secantik kamu
jalan sendirian. Udah sore juga. Ayo pulang bareng aku aja,” tawarnya.
“Enggak ah makasih, masih jam 5 kok, udah biasa pulang sendiri.”
“Enggak apa-apa kok, ayo,” katanya sambil menepuk jok belakang
motornya. Kulihat senyum tulus dari cowok yang digandrungi banyak cewek ini.
Senyum dan lesung pipinya itu lho. Nggak nahan.
Aku mengalah, “iya deh, makasih lho ya,” aku naik ke jok belakangnya.
“Pegangan ya nona manis,” ujarnya sambil melajukan Ninjanya.
Tyo sebenarnya adalah cowok yang baik dan termasuk satu dari 10 most wanted di sekolahku. Tapi
sikapnya yang kalem dan ramah terhadap siapa saja membuat banyak wanita
menyerah. Dingin dan membuat penasaran, kata mereka.
Semenjak itu Tyo jadi baik padaku. Hampir tiap pulang sekolah aku
diantarnya. “Rama salah besar ninggalin kamu sendirian. Istilahnya kayak
ninggalin domba di tengah kawanan serigala lapar.” Begitu katanya. Aku sih
enggak begitu tahu maskudnya. Tapi suatu saat aku bakalan tahu.
0 komentar:
Posting Komentar