04.52 -
No comments


Tendangan Maut (3)
Lelaki tampan itu mendekatiku. “Clar, dia ke sini!” teriak Sylvi yang
ada di sampingku.
Aku tersenyum malu-malu. Tapi pria itu
bukan melihatku. Dia semakin dekat, semakin dekat, dan…. Dia memegang tangan
Sylvi, berlutut di depannya dan mengungkapkan cinta padanya.
Sylvi menerimanya dan mereka berjalan,
bergandengan bersama. Meninggalkanku sendirian. Adik kembarku dan lelaki
idamanku.
Aku terbangun. Ah mimpi. Entah sudah mimpi
ke berapa ini tentangnya. Lelaki itu cinta pertamaku. Memang sih cinta monyet.
Tapi kisah kami terlalu klise.
Aku naksir dengannya dan dia merespon
perasaanku. Kami ngobrol bersama, pergi bersama, dan kami saling bertukar
cerita. Namun ternyata dia mendekatiku karena dia naksir Sylvi, adik kembarku
yang kini sudah tiada. Dan suatu saat, lelaki itu menyatakan perasaannya kepada
Sylvi di depanku. Sylvi yang tahu bahwa lelaki tampan itu adalah cinta
pertamaku, menolaknya mentah-mentah dan mengatainya lelaki bajingan. Sylvi
mengatakan itu tentu punya alasan. Dan alasan terbesarnya adalah karena lelaki
itu, hatiku hancur berkeping-keping. Nama lelaki itu Dio Rama. Wajahnya, garis
mukanya, badannya, sangat mirip dengan Rama, teman sekelasku di SMAku yang baru
di Semarang. Dan itu hanya membuat luka lamaku kembali. Rindu akan Dio Rama,
dan tentu saja rindu akan Sylvi. Ah…….
Pagi itu seperti biasa aku siap-siap untuk
berangkat sekolah bersama mama. Dia sungguh ibu tiri yang baik. Dia tidak
membedakan antara aku dengan kedua anak kandungnya. Sungguh aku mencintainya
seperti aku mencintai ibu. Ya, meskipun ibu selalu nomer satu di hatiku.
“Clara, maaf ya, mama nggak bisa nganter
kamu hari ini. Mama harus ke kantor pagi-pagi. Kamu nanti berangkat dulu ya
naik angkot. Ini uangnya,” ujar mama yang sudah rapi saat aku bangun tidur.
“ Iya, ma, nggak apa kok. Hati-hati di
jalan ya,” ujarku dengan tersenyum. Mama pun berangkat.
Karena rumah papa berada di kawasan
perumahan elit, jika tidak ada kendaraan, aku harus berjalan kaki dari rumah
sampai ke jalan raya dengan jarak yang lumayan jauh.
“Hei,” panggil seseorang ketika aku sedang
berjalan sendirian. Mama bilang di daerah sini terkadang banyak anak cowok yang
menggoda. Aku langsung mengingat jurus taekwondo yang pernah kupelajari di
Biak. Dan tanpa babibu, langsung kutendang cowok naas itu.
“Aduuuuuuuh,” teriaknya sambil diikuti
suara gedebug motor yang jatuh. Aku melongo. Oh, Tuhan, dia bukan cowok yang
berniat menggangguku. Dia Rama, teman sekelasku!
Melihat Rama yang kesakitan, segera kubantu
dia berdiri dan memapahnya ke pinggir jalan.
“Maaf, Rama, aku kira kamu cowok yang mau
gangguin aku. Mama bilang di daerah sini terkadang banyak cowok yang gangguin
cewek,” ujarku menyesal.
“Aww, kalo pun iya aku mau godain cewek,
cewek itu bukan kamu,” balasnya sengit.
“Aduh, maaf. Refleks, Ram. Dahi kamu
berdarah, ayo aku obati di rumahku.”
Aku pun memapah cowok ini ke rumahku yang
untungnya belum terlalu jauh.
“Kamu ikut taekwondo?” Tanya Rama sambil
meringis saat kutempelkan kapas ke dahinya yang terluka.
“Iya. Aku belajar taekwondo sewaktu di
Biak.”
“Ah, kamu pasti sudah hebat. Tendanganmu
sangat sakit.”
“Maaf, aku kan tidak sengaja. Tapi lebih
sakit tendangan si….” Kata-kataku yang selesai dan ekspresiku yang berubah
sedih membuat Rama penasaran. “Ah, tidak. Mengapa kamu bias ada di sini?”
tanyaku mengubah topic.
“Rumahku beberapa blok dari sini. Kemudian
aku melihatmu jalan sendiri, dan aku berniat untuk mengajakmu berangkat sekolah
bersama. Tapi akhirnya, di sinilah kita, di rumahmu yang mewah dengan luka
lebam di sekujur tubuhku.”
“Maafkan aku.”
“Sudahlah, aku malah harus berterima kasih
padamu karena kamu sudah menyelamatkan aku dari ulangan matematika hari ini,”
jawab Rama santai.
“Ah iya! Hari ini ada ulangan!” ujarku
panic. Rama menarik tanganku untuk duduk kembali dan mengobati lukanya lagi.
Dia hanya tersenyum.
“Dasar anak baru. Belum pernah bolos ya di
Biak? Santai sajalah. Setelah ini aku akan mengajakmu ke suatu tempat agar
orang tuamu tidak curiga jika kamu pulang cepat.” Aku mengangguk.
0 komentar:
Posting Komentar